Jepang merupakan negara yang tidak bisa hidup tanpa riset, kata
seorang alumnus beasiswa Jepang di UGM beberapa waktu lalu. Kondisi alam
sekitar memang rawan bencana, tidak sesubur Indonesia yang merupakan daerah
khatulistiwa. Matahari di Indonesia rutin bersinar tidak seperti matahari yang
melintasi daerah lain. Dengan tekanan sedemikian rupa, tidak heran negara
Jepang hanya bisa bertahan hidup dengan adanya riset. Sekolah di Jepang
terbiasa melakukan penelitian, dan hampir semua aspek kehidupan (sandang, pangan,
papan) dihasilkan melalui tekhnologi.
Tidak heran agaknya ketika 1945 Jepang dijatuhi bom atom yang
membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir
tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan
dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom tersebut. Yang membuat seluruh dunia
kagum adalah ketangkasan Jepang dalam penanganan setelah penyerangan. Jepang
tidak butuh waktu lama untuk segera bangkit dan menguasai keadaan. Hanya dalam
kurun waktu 30 tahun, jepang segera menjadi salah satu jantung perekonomian
dunia.
Sempat ada kelakar jika Jepang tidak dijatuhi bom, mungkin mereka
tidak akan semaju sekarang ini. Dan hanya ada satu cara menyamai Jepang, dengan
memintanya untuk berhenti sejenak menunggu kita bangkit. Indonesia sejak 1945
hingga saat ini 68 tahun merdeka masih merupakan negara berkembang yang
harapannya jangan hanya kembang kempis. Sebenarnya Indonesia ini tidak begitu
terpuruk kok, lihat saja jumlah kampus yang ada di Indonesia ada sekitar 2.647
kampus, swasta 2.435 dan Negri 212. Tidak untuk memperdebatkan hitungan ini
benar atau tidak tetapi yang lebih hakiki adalah kemana hasil pemikiran dan
penelitian mahasiswa/dosen?
Mahasiswa wajib membuat skripsi, tesis bahkan disertasi untuk tiap
jenjang akademiknya, belum lagi banyaknya lembaga penelitian (lemlit), berbagai
jurnal disetiap fakultas dan call for paper yang bejibun setiap
tahunnya. Lalu kemana semua itu? Hasil-hasil riset selama ini tidak bisa
dibilang sedikit dan biasanya hanya berakhir di perpustakaan, hanya orang-orang
tertentu yang mau mengaksesnya . Dana
yang digelontorkan pemerintah atau kampus sendiri pun tidak bisa dibilang
sedikit. Lalu mengapa tidak diberdayakan?
Sebagai contoh untuk pelatihan kurikulum 2013 dikti mengalokasikan
50 juta perprovinsi dan pelatihan yang harusnya 2 bulan disingkat menjadi 2
minggu. Dana yang belum habis itu kemudian dikembalikan lagi ke Pusat karena
masa pelatiahan selesai dana belum juga habis. Jika dilihat memang Indonesia
ini lebih banyak ilmu sosial dari pada ilmu alamnya, sehingga memang penelitian
yang dilakukan terkesan diulang-ulang dan seputar opini saja, masih jarang yang
sampai pada penemuan produk (Research and Development).
Permasalahan lain, adalah turunnya anggaran setiap tahunnya dibulan
oktober padahal bulan desember sudah harus laporan ke pusat (menjelang akhir
tahun tutup buku). Dugaan ini yang menjadikan penelitian kurang bermutu karena
ketergesa-gesaan. Bayangkan hanya dalam waktu 2-3 bulan saja peneliti bisa
melakukan hal besar apa? Karena dalam penelitian butuh survey awal (observasi),
pengumpulan data hingga proses penelitian yang bervariasi kebutuhan dananya.
Ada penelitian yang memang butuh dana besar sehingga ketika menunggu dana turun
ia kalang kabut kerja cepat sehingga hasilnya tidak maksimal. Ada juga dengan
idealisme tinggi ingin membuat hal besar namun pupus dan hanya membuat sesuatu
yang biasa-biasa saja hanya karena minim dana dan harus pakai kantong pribadi. Jadi
saat ini masalah yang dihadapi Indonesia bukan lagi dana karena alokasi 20% ini
sangat besar hanya realisasinya yang perlu dibenahi, dan profesionalitas dan
komitmen pemimpin yang mempunyai otoritas yang punya kuasa. Kembali lagi niat
kita apakah sekedar menggugurkan tanggung jawab meneliti atau memang berniat
mengubah Indonesia dengan riset-riset yang bermutu? Kita tunggu capres dan
jajarannya di 2014 ini semoga lebih mengedepankan integritas dan kesungguhan
kerja untuk memajukan rakyat dari pada pamor partainya. Terlebih kita
dihadapkan pada area pasar bebas ASEAN 2015 dimana tidak ada sekat antar
negara. Semoga
di Metro Riau tanggal sekian
0 komentar:
Posting Komentar