9 desember merupakan hari anti korupsi
internsional. Seluruh negara memperingati dengan berbagai aksi, sejak kemarin sejumlah
aktivis yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Anti Korupsi peringati Hari Anti
Korupsi seDunia di Bundaran HI, Jakarta, Ahad 8/12. Aksi kampanye tersebut
dalam rangka menyambut peringartan Hari Anti Korupsi seDunia yang jatuh pada
tanggal 9 Desember.
Korupsi mungkin menjadi lagu lama yang tak pernah usang. Bagaimana
tidak Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama kurun waktu 2003-2013,
sebanyak 296 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar
Rp619,0 miliar telah ditangani oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini baru melihat pendidikan saja, belum aspek lain
seperti ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Dari penelusuran ICW, Dana
Alokasi Khusus (DAK) merupakan sektor primadona yang paling sering dikorupsi
dengan jumlah kasus sebanyak 84 kasus. Dari jumlah tersebut, kerugian yang
dialami negara terbesar Rp265,1 miliar.
Yang menarik, dari tindak pidana korupsi di dunia pendidikan, baik
di Kemendikbud maupun di perguruan Tinggi. setiap tahunnya jumlah kasus tidak
pernah mengalami peningkatan, Namun, kerugian yang diderita negara luar biasa
cukup besar. Untuk 2013, meskipun baru 16 kasus yang ditangani, namun kerugian
negaranya sudah mencapai Rp121,2 miliar.(Okezone.com)
Bahkan beberapa media melansir Indonesi negara terkorup kedua. Lagi-lagi
pendidikan yang jadi punggung perjuangan mencetak anak bangsa yang digerogoti
tikus-tikus korupsi. Bagaimana mau maju?
Pendidikan adalah senjata
paling ampuh mengubah dunia (Nelson Mandela)
Itulah kata Nelson Mandela seorang pahlawan Apertheid yang baru
saja berpulang namun jasanya tak kan hilang dimata rakyatnya. Benar memang,
harusnya korupsi bisa diberantas dengan pendidikan. Jusuf Kalla pernah
mengatakan: salah jika menganggap para koruptor adalah hasil dari pendidikan
tinggi, ketika menyoroti banyaknya korutor yang sebagian besar merupakan orang
berpendidikan tinggi bahkan kelas professor. Ibaratnya pisau, punya dua sisi.
Satu sisi bisa membantu memudahkan pekerjaan dapur tapi lain sisi bisa sebagai
alat kejahatan (membunuh, intimidasi) yang semuanya bergantung si pengguna
pisau. Begitu pula pendidikan, tidak ada satu orangpun guru atau dosen yang
mengajarkan perilaku korupsi.
Bagaimana harusnya pendidikan?
Pendidikan bukan untuk disalahkan tapi dikoreksi untuk dibenahi
bersama. Tanggung jawab moral lebih besar karena pendidikan bukan sekedar
pengajaran guru ke siswa, banyak aspek lain yang harus turut peduli dan
membenahi. Karena sejatinya pendidikan bukan hanya sekolah. Sekali lagi,
pendidikan bukan hanya sekolah. Jika ideologi selama ini pendidikan hanya
sekolah dimana anak hanya sekitar 8 jam saja disekolah, lalu 16 jam yang lebih
banyak ini kuasa siapa?
Koreksi pertama, sejak TK anak sudah di”paksa” untuk belajar baca,
tulis, hitung (calistung). Beberapa penelitian neurosains memandang bahwa jika
diusia ini anak sudah diharuskan membaca padahal otak mereka belum siap maka
bisa “lelah” sebelum waktunya. Memang belum diteliti lebih lanjut bagaimana pola
pendidikan para koruptor dimasa lalunya, tapi pasti ada pengaruh. Jika sejak
awal otak sudah diperas bekerja sebelum siap maka kelelahan itu terwujud dari
tidak maksimalnya kerja dan hasil yang direncanakan. Pendidikan Jepang kita tahu sangat memperhatikan
usia-usia ini, diikuti apa yang menjadi “passion” nya bukannya dipaksa
mengikuti kurikulum. Tetapi pasti bertolak belakang dengan realita karena SD
kelas 1 membaca seakan menjadi kewajiban ketika anak mendaftar, orang tua akan
sigap mencari bimbingan belajar yang bisa membuat anaknya bisa membaca. Padahal
kita telah merenggut kebebasannya.
Aspek lain yang harus menjadi perhatian pun pendidikan dalam
keluarga. Pendidikan terbaik anak adalah dari orang tua, tak terbantahkan bahwa
pendidikan orang tua akan melekat sepanjang hidup anak. Pengalaman dalam
keluarga pula yang akan dibawa anak di masa depannya. Untuk itu sinergi
membangun keluarga yang perhatian terhadap pendidikan anak sangat penting untuk
mewujudkan mimpi melihat Indonesia gemilang.