Lanjutan
dari TA part II, kali ini tentang kepala sekolah saya yang super besar
perjuangannya untuk memajukan sekolah. Pelajaran berharga ini sayang disimpan
sendiri, siapa tau anak cucu baca buat panutan dan cermin.
Saya: “Ibu ni kemana-mana harus ngetrans atau dulu kol kuning, kok bisa bu dari di Bantul dulu hingga kini di Jogja terus saja berjuang”.Ibu Kepsek: “Urip ki dilakoni karo sinau, aku ki mbodo ngerti ra”.
Translete: Hidup ini dijalani dan sambil belajar, aku berusaha tanya kalau tidak tau gak mengapa dianggap bodoh, wong memang gak tau.
Canggih
pikirku, sebagai kepsek beliau tak pernah mengeluh capek walaupun berangkat
pagi pulang petang bahkan magrib. Kalau mikir dunia apa coba untungnya, tapi
beliau mengejar yang lebih mulia dari semua itu. Zaman saya kamar jadi all
in one, buat istirahat, makan dan sekolah. Waktu sekolah kami harus angkat2
meja dan waktu tidur kami harus gotong meja keluar. Kini, gedung dua lantai
jadi bukti perjuangan beliau. Kegesitan beliau memilah milih mencari celah
bagaimana memanage keuangan yang tidak di support seperti sekolah Negeri, untuk
membayar gaji guru, menggenapi fasilitas dan memanage pembelajaran senyaman
mungkin tanpa mengeluh pada pemerintah. Saya yakin, bukan hanya karena beliau tapi
kerja tim dan beliau leadernya.
gambar |
Saya
merasakan betul jadi seorang yang harus antar jemput karena Ibu saya di rumah
juga harus dibonceng kemana-mana. Dengan jarak yang tidak dekat tapi semangat
tak pernah luntur, kemanapun kami pergi beliau mengiringi. Tips dan sarannya
selalu simpel, “Urip ki dilakoni”. Kemarin juga pas saya tanya, apa resep
anak-anak sekarang lebih tinggi pencapaiannya dibanding saya dulu. Ibu Cuma
bilang, “
Aku tu gak pernah suruh-suruh mereka belajar, ya tak bilangi kalau nilai rapot jelek kan siapa yang malu. Kalo bagus juga kan siapa yang bangga rapotnya di lihat orang. Just simple, mereka yang butuh ilmu, mereka harus berjuang sendiri. Aku (bu kepsek) taunya urus yang di luar itu ex: ke kemenang, dinas pendidikaan, pokoknya urusan diplomasi lah.
Prediksi
saya, namanya juga anak hasil saringan dari yang yang terbaik (saat PPDB), konon kabarnya banyak yg rangking kelas pastilah secara IQ diatas rata-rata walaupun IQ bukan penentu sebenarnya tapi
sumbangannya IQ pada orang sukses di dunia probabilitasnya hanya sekitar 6-20%. masih perlu di lengkapi oleh EQ, SQ, CQ, AQ dan klasifikasi kecerdasan lainnya . Tiap
dipuji si Ibu selalu bilang:
“Bukan aku yang hebat, aku ini gak bisa apa2, anak-anak itu yang berjuang sehingga sekolah dan nama pondok menjadi hebat”
Yah, pasti ada hero di setiap laga pastinya. Hahaha..
*Resep
ibu mau saya pinjam buat mengarungi bahtera dunia yang makin berat ini. Tolong
doakan guru saya ini ya Ibu Dra. Nasyiatul Baroroh, semoga beliau selalu dalam RahmatNya, sehat wal afiat
dan umur panjang untuk menebar kebaikan sebanyak-banyaknya.
0 komentar:
Posting Komentar