27 Desember 2013

LAHIRKAN INDONESIA BARU LEWAT GURU HEBAT

di 09.12
Memperingati hari guru 25 November, sejak mari kita ingat sosok guru-guru yang mengajar kita baik sekolah formal maupun non formal. Pendidikan menjadi sorotan sebagai tolak ukur maju tidaknya suatu peradaban, ketika suatu keadaan dirasa tidak lagi seperti lazimnya maka sosok dibalik pendidikan yang dicari, guru.
Diantara suksesnya proyek sertifikasi, masih ada saja insan-insan mulia yang belum merasakan bahkan mendapatkan gaji yang kecil. Memang mereka bukan PNS namun, bukankah kewajiban mencerdaskan bangsa dalam undang-undang pun tak dikatakan hanya kewajiban PNS kan?
Jadi Guru Sukses, Walau Gaji Minim.
Ibu Pamela, pemilik seluruh usaha pamela mulai dari usaha retail, SPBU, toko besi, salon dan sebagainya. Beliau bercerita bahwa salah satu yang menjadi syarat sebelum menikah dari suaminya adalah bu Pamela mau diajak bekerja, namun tetap mengurus keluarga dengan baik.  Juga Ustad Sunadi berkeinginan untuk berdakwah tetapi  tidak menuntut bayaran, jadi harus ada pemasukan untuk memenuhi  kebutuhan hidup sehari-hari. Kisah ini saya dengar dari beliau sendiri saat mengisi acara Relawan dan Wirausaha di UIN Sunan Kalijaga kemarin bersama pak Heri Zudiyanto yang juga pengusaha. Pembagian tugas ini rata, saya yang cari dunia dan pak Sunardi cari akhirat untuk kita nikmati bersama di dunia-akhirat.
Konsep nrimo ing pandum rupanya sudah boleh kita singkirkan. Bagaimana mau mengajar dengan baik bila gaji pas-pasan, tugas sekolah banyak sedang rumah tangga kacau karena penghasilan tak cukup. Para guru tak dilarang berwirausaha, yang penting tidak melalaikan tugas utamanya untuk mengajar. Mengapa? Bila menunggu pemerintah memberi santunan ya sampai kapan menunggu hal yang tak pasti. Kalau PNS mungkin tidak lagi masalah, namun guru di Indonesia lebih banyak yang swasta dari pada pegawai negeri. Maka guru harus mandiri tak boleh hanya mengeluh.
Jadilah pengusaha. Negeri ini kebanyakan politikus dari pada pengusaha. Indonesia mungkin belum ada setengah persen yang jadi pengusaha dibanding negara lain yang jauh diatas kita,”kata Pak Heri Zudiyanto saat menjadi pembicara.
Betul memang, suguhan televisi setap harinya menayangkan perkembangan kasus-kasus yang melingkupi elit politik, tidak salah bila kita pun berasumsi politikus di negara ini sungguh banyak dibanding pengusaha.
Mengapa tak coba mengusut sebab Indonesia rendah jumlah pengusaha? Ternyata lagi-lagi pendidikan jawabannya. Pendidikan kita kurang mendukung adanya dunia usaha. Sejak TK kita telah disuguhi berbagai pelajaran yang cukup memberatkan otak  anak. Sejatinya anak kecil dibebaskan fikirannya tetapi TK pun sudah dibebani PR dan les-les lain karena tuntutan jenjang berikutnya  yang mensyaratkan anak harus sudah bisa baca, menguasai menghitung, menulis dan sebagainya. Sebagai bandingan tengkolah Jepang yang begitu menghargai usia emas anak TK, dibiarkan sambil diarahkan bakatnya mau apa tanpa harus dipaksa bisa membaca dan berhitung.
Memang jika memimpikan pengusaha Indonesia bermunculan, semua aspek harus turut mendukung. Terutama pendidikan yang terasa sekali sejak anak usia sekolah
Modal jadi pengusaha
Hal menarik dari yang disampaikan Pak Heri, mantan walikota Yogyakarta ini. “Saya ingin bagaimana dengan produk batik saya orang tampak gagah dan cantik, juga dengan jilbab yang ditoko saya, wanita terbantukan untuk menutup auratnya. Modal utama saya jualan batik bukan uang, hanya kepercayaan. Selama setahun menjadi karyawan saya bertekad tidak ingin menjadi karyawan selamanya, karena ada jatah menjualkan batik dengan sistem bayar dibelakang saya pun selalu membayar tepat waktu hingga pemilik usaha menjadi yakin bahkan meminta agar saya bawa lebih” jelas beliau. Sederhana, banyak yang berkata usaha butuh modal besar, namun beliau membuktikan bahwa kepercayaan adalah modal utama yang selalu dipegangnya hingga kini dan juga niat untuk bermanfaat bagi sesama. Ketika ada yang bertanya bagaimana menghadapi pesaing, “jangan takut, yang abadi didunia ini adalah perubahan, jadi terus berinovasi, berproses dan belajar.
Kalau rumus dari bu Pamela hanya 3 N, Niroke, Niteni, Nambahi atau mirip rumus ATM = Amati, Tiru, Modifikasi. Intinya siap jatuh bangun dan belajar dari pengalaman.
Guru Usaha Apa?
Banyak lahan yang bisa dimasuki guru, utamanya bermula dari hobi. Mungkin ada yang suka masak, suka menjahit, merajut dan sebagainya bisa membuat sesuatu yang mungkin sekarang dianggap remeh tapi siaa sangka kelak menjadi besar.
Manfaat yang saya bayangkan ketika guru “sosok yang digugu lan di tiru” ini berwirausaha, maka anak didik pun akan termotivasi. Ini strategi menambah jumlah pengusaha Indonesia, untuk Indonesia lebih baik. Jadi tidak ada lagi minset cita-cita jadi pegawai, jadi dokter, jadi pilot tapi cita-cita plus, dokter plus pengusaha, guru plus pengusaha, atau pegawai plus pengusaha. Sosok penuh arti inilah yang jadi acuan murid, guru.




0 komentar:

Posting Komentar

 

Lima Belas Menit Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review