31 Agustus 2014

Kisah Ta’arufku Dengan Syammil Qur’an

di 21.24 0 komentar


Hari ke-7 [31 Agustus 2014]

Pengalaman pribadi kenal syamil Qur’an ialah pada tahun 2012 saat itu memprivat anak yang ingin belajar mengaji. Konsep yang ingin ditanamkan lebih ke tahfidz sehingga anak diharapkan bukan hanya mengaji, tapi paham arti perkata juga makna ayatnya serta asbabun nuzul. Saya mengajar dia sejak 2009 dan ditahun itu belum ada (atau saya yang gak tau) dimana mencari al Qur’an terjemah perkata. Jadi kerjaan saya dengan si anak adalah membuat catatan mengenai arti dari kata yang ia hafal lalu mengulang-ulang hingga perkata ia paham artinya.
Salah satu cara efektif menghafal Qur’an ialah tau arti dari apa yang dia baca. Terbukti, ketika si anak lupa maka ucapkan saja arti dari lanjutan ayat yang ia lupa. Ingatkan pada kisah ayat itu. Cara ini lumayan efektif mengendapkan hafalan sehingga untuk beberapa tahun daya ingatnya lebih mudah dipanggil (recall) alias ketika lupa dengan cepat dia ingat lanjutan ayatnya.
Nah, Orang tua si anak yang semangat sekali bercerita tentang Al Qur’an itu.
“Mbak ning, tas si Bagas hampir jebol. Qur’annya tiap hari dibawa ke sekolah lo mbak. Dulu-dulu ngaji biasa, sejak Qur’annya ganti yang tebel itu dia malah suka. Ngaji dirumah po sekolah harus bawa Qur’an itu, saya sampai kasian. Tapi anaknya gak mau dilarang”kata ayahnya.
Setiap ngaji dirumahnya memang saya heran juga, kenapa ya dia suka padahal tebel, berat gitu. Yah mungkin ada kharisma yang tersembunyi. Di tahun ini pun saya mendapat anak les yang baru, pun demikian antusiasnya dengan Qur’an ini. Bahkan orang tuanya berkomentar:
“Waduh mbak, kalo Qur’annya lupa dimana gitue udah nangis-nangis ngamuk lagi. Gak mau pake Al Qur’an yang lain”. “saya pun tanya padanya,”Apa to dek bagusnya Al Qur’an ini?”
“Apik no mbak, ada artinya dibawah. Jadi kalo belajar terjemah sama mbak ning gak usah nulis. Hehe.. pas lupa yo tinggal liat aja. Trus ada ceritanya juga mbak dibelakang, wah keren pokoe” dengan semangat berapi-api. Setiap ngaji kakak, ayah dan ibunya pun hafal slogannya “ Endi Al-Qur’an ku sik apik dewe?” (mana Al Qu’ranku yang paling bagus?). ini nih al Qur'annya dan review yang di dapat dari sini


Bagi yang lain mungkin kesannya peres gitu ya tulisan ini, yah emang saya gak punya bukti mau bilang ‘ini fakta lo, aku ra ngapusi (saya gak bohong)’. Hanya keheranan itu aja gak lupa sampai hari ini.  Setelah saya sendiri, tanggal 10 desember 2013 yang mendapatkan Qur’an syamil cantik dari MQ FM dalam acara magrib mengaji. Event itu diadakan seminggu atau 2 minggu ya saya lupa, setiap episodenya ustad pengampu akan memilih 1 orang yang berhak mendapat al Qur’an Syamil. Alhamdulillah 2x telpon dapat juga Qur’annya.
Saat bertandang ke MQ kaget juga, “hah pinky banget, gak bisa request warna apa ya? (dalam hati)”. Karena yang terbayang Qur’an itu ingin saya berikan pada adik laki-laki..tapi kok pink. Kala itu memang nggak ngeh banget kalo dibalik warna ada rasa, loh.. ya ternyata Qur’an itu untuk perempuan... keren...
Begitu sampai rumah dan pamer pada semua orang rumah barulah dalam keheningan saya buka pelan-pelan. MasyaAllah...takjub, baru paham ternyata isinya benar-benar wanita. Mulai dari kajian tafsir yang membahas para shohabiyah hingga tata letak dan designya yang menawan. Ah jadi kangen terus sama Qur’an ini. (review juga dari syamil.com).
 
Penerbit Syamil mempersembahkan Quran khusus untuk wanita. Quran ini berisikan pandangan Al Quran tentang wanita dan mengagumi keagungan Nya.
Ayat-ayat tentang wanita dan keluarga diberi ciri warna pink pada tiap halamannya dan diberi indeks khusus.
Dilengkapi pula kisah Sahabiyah, kisah wanita-wanita yang diabadikan Al-Qur'an, serta suplemen doa Robithoh. Cocok untuk Anda, muslimah sholehah.
panjang Al-Qur'an = 15cm
Lebar Al-Qur'an = 10cm
Model: QK-SYM-WM-01 Berat: 0.35kg

          Semoga semua sarana ini menjadi amal jariyah bagi Syamil dan bagi orang yang ikut berfikir keras menciptakan inovasi agar Al-Qur'an semakin digemari masyarakat dari berbagai usia dan kalangan.

Membaca Itu Nutrisi Hati

di 08.05 0 komentar


Hari ke-6 [30 Agustus 2014]

"Buku adalah hiburan yang sempurna: tidak ada iklan, tidak perlu baterai, bisa dinikmati selama berjam-jam." (Stephen King)
Buku merupakan jendela dunia. Peribahasa tersebut sudah agak bergeser dengan kehadiran internet menjadi ‘internet jendela dunia’. Membaca merupakan asupan rohani bagi manusia untuk menata sistem yang bekerja mengendalikan tubuh kita yaitu hati, bukan otak. Otak memang pusat syaraf namun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya karena manusia punya hati nurani. 
Hati adalah fatwa terbaik, atau bahasa arabnya ‘tanyakan pada hatimu’. Nah, untuk asupan hati agar selalu bijak dalam mengambilkan keputusan dibutuhkan buku. Buku yang baik tentu saja yang dapat membawa kita semakin dekat kepada Allah swt. Apapun seleranya, mau fiksi atau non fiksi hendaklah membaca jangan menjadi aktifitas yang melenakan namun membawa manfaat. Baca novel misalnya, bukan yang membawa kita semakin berangan-angan tinggi tapi yang mampu membuat hati semakin tertaut padaNya.
Bicara mengenai selera buku, saya sendiri termasuk orang yang susah melihat mana buku bagus atau bukan. Selama ini alasan mengapa membeli buku, 1. Rekomendasi teman yang udah baca bahwa buku itu bagus banget, 2. Sugesti iklan, lihat goodreads mana yang tapi ngehits banget, 3. Yang penulisnya keren-keren level ulama kaya buku Aa Gym, Ir. Abduldaem Al Kaheel,  Al Ghozali dan ulama lainnya, karena buku mereka dijamin sarat ilmu dan kaya khazanah islam. Tapi yang alasan paling Ok ya keran udah diomongin orang dimana-mana trus penasaran dan beli deh.
Di Indonesia tercinta ini ada 2 macam penerbit, indie dan mayor. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penerbit mayor, kita tau lah ya semacam Gramedia, DiVa Press, Bentang Pustaka, Tiga Serangkai, Erlangga dan lainnya merupakan penerbit yang tidak diragukan lagi kredibilas dan karir perbukuannya. Jika ingin memasukan naskah ke penerbit mayor seperti diatas ada beberapa hal yang jadi pertimbangan. Ini hanya hal yang saya tau aja lo ya, sifatnya subjektif.
-          Kekurangan:  
  1.      Seleksi tenggat waktu untuk penyeleksian naskah kita agak lama, paling cepat 1 bulan bahkan ada yang 3 bulan hingga 1 tahun.    
  2.   .  Bagi hasil pbagi penulis pemula dianggap sangat kecil. 10 % dari hasil penjualan. Jadi bisa bayangkan kalau 1 buku kita dijual 40.000 maka penulis hanya dapat Rp. 4000,- saja. 1 buku loh.
  3.  .  Dalam 1 bulan penerbit bisa mendapatkan ratusan naskah dari seluruh Indonesia, padahal dalam sebulan mereka hanya bisa menerbitkan 5-10 buku saja. So, yang tidak lolos seleksi bersiap mencari penerbit lain dan banyak juga yang kecewa menganggap bukunya bagus kok tidak diterima. Persaingan usaha memang begitu, ada pertimbangan penerbit melihat selera pasar. Karena rugi juga bila mereka mencetak buku yang kurang diminati pasar.

-          Kelebihan:  
  1.    Penulis tidak perlu repot mencetak, mempublikasikan, membuat event dan lainnya           (kecuali ingin lebih laku maka penulis perlu promosi bukunya sendiri).
  2.   .  Yang tak kalah seru, semua biaya gratis tis bahkan penulis mendapatkan royalti yang bisa dipilih ingin beli putus atau langsung dibayar kontan (saya lupa istilahnya).Nama kita dikenal publik yang lebih luas, karena promosi yang dilakukan penerbit lintas pulau bahkan bisa lintas negara dengan dibantu nama besar si penerbit 
  3.   .   Bila buku kita best seller maka setiap bulan kita hanya menunggu aliran dana masuk rekening dengan sendirinya. Enak bukan. Saya pernah baca, misal seorang penulis yang best seller, keuntungan bersihnya setelah pajak dan lainnya Rp.4000,- perbuku X 10.000 biji buku ini sudah Rp. 40.000.000,- ini baru 1x lo belum yang sampai 20x cetak hitung sendiri berapa nominal yang didapat. Ini baru 1 buku. Bisa dibayangan berapa penghasilan Tere Liye, Dee, Andrea Hirata dan penulis kawakan lainnya. Super...
Penertbit indie saya tidak akan jelaskan panjang lebar, intinya beberapa penerbit indie seperti jasa percetakan, kita memesan ingin dicetak berapa termasuk ISBN, promosi dan sebagainya lalu diaturlah pembayaran, mulai dari nominal Rp. 200.000,- maka impian kita memiliki buku sudah bisa digapai. Soal pilihan ada dimasing-masing orang. Ada yang merasa tidak puas karena tidak ada persaingan, dan nama indie masih banyak yang belum akrab sehingga kredibilitas diragukan. Alasan lain juga sebagian orang lebih bangga bila bukunya diterbitkan oleh Gramedia yang sudah punya nama besar. Tapi banyak juga kok penerbit indie yang berhasil merebut hati pembaca. Semua kembali pada si penulis.
Kategori best seller sering disalah artikan bahwa best seller pasti buku keren, berbobot. Padahal belum pasti. Best seller kan artinya penjualan terbaik, yang berarti buku itu laku dipasaran. Mengapa bisa laku tentu banyak alasan yang memicu seperti si penulis yang sudah TOP jadi para followers tanpa ragu membeli tanpa pikir ulang bagus tidak karya si penulis. Ada juga buku yang laku keras dengan perad sosmed, media twitter dan facebook yang paling gencar.
Organisasi yang membawahi penerbitan adalah IKAPI yang mengatur segala peraturan tentang buku dan urusan yang berkaitan dengannya. Bisa dicek webnya http://ikapi.org/
Semoga perbukuan kita semakin baik, dan rakyat Indonesia semakin mencinta baca tulis sebagai cermin bangsa maju dan berperadaban.


 

30 Agustus 2014

IKAPI itu apa ya?

di 06.56 0 komentar

Hari ke-5 [29 Agustus 2014]

IKAPI

Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), jujur saya baru buka webnya pas membuat tulisan ini.

Sejarah singkat yang saya paste dari webnya


Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) adalah asosiasi profesi penerbit satu-satunya di Indonesia yang menghimpun para penerbit buku dari seluruh Indonesia. Ikapi didirikan pada tanggal 17 Mei 1950 di Jakarta. Para pelopor dan inisiator pendirian Ikapi adalah Sutan Takdir Alisjahbana, M. Jusuf Ahmad, dan Nyonya A. Notosoetardjo. Pendirian Ikapi didorong oleh semangat nasionalisme setelah Indonesia merdeka tahun 1945.

Ikapi kemudian dibentuk sebagai organisasi profesi penerbit buku berasaskan Pancasila, gotong royong, dan kekeluarga. Atas kesepakatan para pendiri Ikapidiangkatlah Achmad Notosoetardjo sebagai Ketua pertama Ikapi, Ny. Sutan Takdir Alisjahbana sebagai wakil ketua, Machmoed sebagai sekretaris, M. Jusuf Ahmad sebagai bendahara, dan John Sirie sebagai komisaris. Pada masa awal tersebut bergabung tiga belas penerbit sesuai dengan buku yang disusun Mahbub Djunaidi dan versi lain dari Zubaidah Isa menyebutkan jumlah empat belas penerbit bergabung pada masa awal Ikapi tersebut. Namun, baik Mahbub maupun Zubaidah tidak menyebutkan siapa saja penerbit yang bergabung tersebut.


 Lima tahun setelah berdiri, Ikapi mampu menghimpun 46 anggota penerbit yang sebagian besar berdomisil di Jakarta dan sisanya di Pulau Jawa dan Sumatra. Ikapi dipusatkan di Jakarta sebagai ibu kota negara. Dalam sejarah perkembangannya, Medan sebagai salah satu kota basis penerbitan di Indonesia telah lebih dulu memiliki organisasi yang menghimpun penerbit dan pedagang buku lokal sejak 1952. Organisasi itu bernama Gabungan Penerbit Medan (Gapim) dengan 40 anggota dan 24 di antaranya adalah pedagang buku. Ikapi kemudian merangkul Gapim melalui kunjungan ketua Ikapi ke Medan pada September 1953. Gapim bersedia melebur ke dalam wadah Ikapi sehingga terbentuklah Ikapi Cabang Sumatra Utara pada Oktober 1953 dengan 16 anggota sebagai cabang Ikapi pertama.


 Kongres Ikapi I diadakan pada tanggal 16-18 Maret 1954 di Jakarta. Kongres I ini mengesahkan terbentuknya cabang-cabang Ikapi untuk wilayah Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. Sebagai organisasi penerbit, Ikapi juga meluncurkan majalah di bidang perbukuan bernama Suara Penerbit Nasional yang diluncurkan pada bulan Maret 1954. Namun, majalah ini hanya bertahan enam nomor dan selanjutnya tidak terbit lagi.


 Kini Ikapi telah berusia 63 tahun dan selama itu periode kepemimpinan terus berganti dengan berbagai dinamikanya. Berikut ini data-data sejarah Ikapi. Sekretariat Ikapi berada di Gedung Ikapi, Jalan Kalipasir, No. 32, Cikini-Jakarta Pusat.

Bisa dibilang, belum semuanya akrab dengan istilah IKAPI. Masyarakat lebih mengenal penerbit buku dari pada kepengurusan dibelakangnya. Ini mungkin disebabkan kurangnya sosialisasi dan himbauan dari IKAPI sendiri. Kalau melihat iklan di tivi yang begitu gencarnya, saja suka berfikir “mengapa banyak hal baik yang kurang di sosialisasikan lewat media itu ya?”.


Coba deh, masyarakat kita lebih suka duduk pasif depan tivi dari pada membuka buku yang perlu energi ekstra untuk memegang, membaca, membuka lembar perlembar. Hanya segelintir orang yang memang punya kesadaran lebih yang peduli akan hal ini.

Peran IKAPI tentu sangat besar dalam perbukuan. Harapannya, kedepan lebih meningkatkan sosialisasi melalui kampus, sekolah-sekolah, masyarakat desa, ibu-ibu PKK serta TPA-TPA di pelosok. Karena saya sendiri sedang mencoba menggiatkan santri TPA untuk menulis, dan ternyata mereka bisa. Selama ini yang mereka kira, menulis hanyalah aktifitas orang tertentu saja dan mereka tidak punya hak. Sosialisasi bisa dalam banyak hal, kunjungan, bantuan buku, seminar, roadshow gemar membaca, lomba-lomba dan gerakan lainnya sangat perlu dikenal masyarakat. Ternyata masyarakat desa tempat saya pun mengakui kalau mereka ingin maju, hanya saja mereka tidak tau bagaimana caranya kerena dulu tidak sekolah. inilah yang perlu kita sentuh dengan buku dan bacaan yang bermanfaat.


Jika saya menjadi anggota IKAPI, hal pertama adalah memberdayakan desa sendiri. Seperti mas gola gong yang memulai rumah baca dan memberdayakan lingkungan sekitarnya. Saat ini saya mencoba mengajukan berbagai bantuan buku dan diapresiasi oleh Diva Press. Harapannya jika sudah terbentuk taman baca, maka anak lebih tertantang menulis. Kasian sekali jika mereka dipaksa menulis tapi tak ada rujukan sepertiapa menulis itu. Setelah desa saya maju lalu sosialisasi ditingkatkan kedaerah lain sambil menularkan semangat baca-tulis, mengadakan berbagai lomba, lalu menggalakan menulis-baca lagi. Saya punya mimpi akan ada antologi-antologi bersama anak-anak desa yang bercerita tentang apa saja yang mereka mau dan yang mereka mimpikan juga.  






29 Agustus 2014

Gadget dan Kita

di 07.57 0 komentar

Hari ke-4 [28 Agustus 2014]

Sekarang gak jaman lagi klo bilang gak punya wa, bbm, line, path dan lainnya. Hp android dengan mudahnya ditemukan dengan harga yang cukup terjangkau. Kalau dulu orang yang pake BB sambil share pin dimana-dimana, sekarang hal itu udah biasa saja.
Ah, ternyata kita tak perlu risau akan kelebihan. Pasti setelah ada yang bagus jangan buru-buru beli, tunggu dulu bentar lagi ada lagi yang baru.

Nah, bicara mengenai gadget saat ini bukan hanya orang kantoran atau bisnisman saja yang punya. Mulai dari ibu rumah tangga hingga bapak-bapak kerja yang di sawah pun sudah banyak yang menggunakan android ini.
Gadget atau konten?
Secara estimologi, gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Tetapi dari penjelasan diatas akan membuat kita lebih bertanya, “Apa perbedaan gadget dengan perangkat elektronik lainnya?”. Yang paling mencolok dari perbedaan tersebut adalah unsur “pembaharuan”. Simple-nya. gadget adalah alat elektronik yang memiliki pembaharuan dari hari ke hari sehingga membuat hidup manusia lebih praktis ( teknopedia).

Kalau saya jawab ya keduanya. Konten kan harus ada dalam gadget juga. Keduanya penting banget mendukung kemudahan pengguna. Biasanya gadget yang kita beli sudah di building dengan konten, tapi hp android kan ada playstore dimana kita bisa mengunduh konten yang kita inginkan dan menghapus konten yang tak diperlukan. Masing-masing orang punya alasan berbeda mengapa membeli gadget, mulai dari sekedar keren-keren, urusan bisnis, menunjang kuliah, hingga yang sekedar penasaran saja sama gadget.
Bicara mengenai konten yang bermanfaat, tiap orang punya kriteria apa yang dianggap bermanfaat. Saya pribadi lebih suka konten yang simpel aja, cukup WA, yahoo, gmail, al Qur’an dan lainnya. Malas sekali menambah game karena berefek hape cepat drop.
Intinya, semua yang kita install hendaknya yang benar-benar menunjang masa depan. Karena manfaat gadget adalah memudahkan pekerjaan kita. Dan hati-hati, jauhakn diri dari kesia-siaan, karena semakin banyak konten yang disi tak dirasa waktu untak mengutak-atik banyak tersita lo. Ayo jadi pengguna cerdas.
 

Lima Belas Menit Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review