31 Agustus 2014

Membaca Itu Nutrisi Hati

di 08.05


Hari ke-6 [30 Agustus 2014]

"Buku adalah hiburan yang sempurna: tidak ada iklan, tidak perlu baterai, bisa dinikmati selama berjam-jam." (Stephen King)
Buku merupakan jendela dunia. Peribahasa tersebut sudah agak bergeser dengan kehadiran internet menjadi ‘internet jendela dunia’. Membaca merupakan asupan rohani bagi manusia untuk menata sistem yang bekerja mengendalikan tubuh kita yaitu hati, bukan otak. Otak memang pusat syaraf namun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya karena manusia punya hati nurani. 
Hati adalah fatwa terbaik, atau bahasa arabnya ‘tanyakan pada hatimu’. Nah, untuk asupan hati agar selalu bijak dalam mengambilkan keputusan dibutuhkan buku. Buku yang baik tentu saja yang dapat membawa kita semakin dekat kepada Allah swt. Apapun seleranya, mau fiksi atau non fiksi hendaklah membaca jangan menjadi aktifitas yang melenakan namun membawa manfaat. Baca novel misalnya, bukan yang membawa kita semakin berangan-angan tinggi tapi yang mampu membuat hati semakin tertaut padaNya.
Bicara mengenai selera buku, saya sendiri termasuk orang yang susah melihat mana buku bagus atau bukan. Selama ini alasan mengapa membeli buku, 1. Rekomendasi teman yang udah baca bahwa buku itu bagus banget, 2. Sugesti iklan, lihat goodreads mana yang tapi ngehits banget, 3. Yang penulisnya keren-keren level ulama kaya buku Aa Gym, Ir. Abduldaem Al Kaheel,  Al Ghozali dan ulama lainnya, karena buku mereka dijamin sarat ilmu dan kaya khazanah islam. Tapi yang alasan paling Ok ya keran udah diomongin orang dimana-mana trus penasaran dan beli deh.
Di Indonesia tercinta ini ada 2 macam penerbit, indie dan mayor. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penerbit mayor, kita tau lah ya semacam Gramedia, DiVa Press, Bentang Pustaka, Tiga Serangkai, Erlangga dan lainnya merupakan penerbit yang tidak diragukan lagi kredibilas dan karir perbukuannya. Jika ingin memasukan naskah ke penerbit mayor seperti diatas ada beberapa hal yang jadi pertimbangan. Ini hanya hal yang saya tau aja lo ya, sifatnya subjektif.
-          Kekurangan:  
  1.      Seleksi tenggat waktu untuk penyeleksian naskah kita agak lama, paling cepat 1 bulan bahkan ada yang 3 bulan hingga 1 tahun.    
  2.   .  Bagi hasil pbagi penulis pemula dianggap sangat kecil. 10 % dari hasil penjualan. Jadi bisa bayangkan kalau 1 buku kita dijual 40.000 maka penulis hanya dapat Rp. 4000,- saja. 1 buku loh.
  3.  .  Dalam 1 bulan penerbit bisa mendapatkan ratusan naskah dari seluruh Indonesia, padahal dalam sebulan mereka hanya bisa menerbitkan 5-10 buku saja. So, yang tidak lolos seleksi bersiap mencari penerbit lain dan banyak juga yang kecewa menganggap bukunya bagus kok tidak diterima. Persaingan usaha memang begitu, ada pertimbangan penerbit melihat selera pasar. Karena rugi juga bila mereka mencetak buku yang kurang diminati pasar.

-          Kelebihan:  
  1.    Penulis tidak perlu repot mencetak, mempublikasikan, membuat event dan lainnya           (kecuali ingin lebih laku maka penulis perlu promosi bukunya sendiri).
  2.   .  Yang tak kalah seru, semua biaya gratis tis bahkan penulis mendapatkan royalti yang bisa dipilih ingin beli putus atau langsung dibayar kontan (saya lupa istilahnya).Nama kita dikenal publik yang lebih luas, karena promosi yang dilakukan penerbit lintas pulau bahkan bisa lintas negara dengan dibantu nama besar si penerbit 
  3.   .   Bila buku kita best seller maka setiap bulan kita hanya menunggu aliran dana masuk rekening dengan sendirinya. Enak bukan. Saya pernah baca, misal seorang penulis yang best seller, keuntungan bersihnya setelah pajak dan lainnya Rp.4000,- perbuku X 10.000 biji buku ini sudah Rp. 40.000.000,- ini baru 1x lo belum yang sampai 20x cetak hitung sendiri berapa nominal yang didapat. Ini baru 1 buku. Bisa dibayangan berapa penghasilan Tere Liye, Dee, Andrea Hirata dan penulis kawakan lainnya. Super...
Penertbit indie saya tidak akan jelaskan panjang lebar, intinya beberapa penerbit indie seperti jasa percetakan, kita memesan ingin dicetak berapa termasuk ISBN, promosi dan sebagainya lalu diaturlah pembayaran, mulai dari nominal Rp. 200.000,- maka impian kita memiliki buku sudah bisa digapai. Soal pilihan ada dimasing-masing orang. Ada yang merasa tidak puas karena tidak ada persaingan, dan nama indie masih banyak yang belum akrab sehingga kredibilitas diragukan. Alasan lain juga sebagian orang lebih bangga bila bukunya diterbitkan oleh Gramedia yang sudah punya nama besar. Tapi banyak juga kok penerbit indie yang berhasil merebut hati pembaca. Semua kembali pada si penulis.
Kategori best seller sering disalah artikan bahwa best seller pasti buku keren, berbobot. Padahal belum pasti. Best seller kan artinya penjualan terbaik, yang berarti buku itu laku dipasaran. Mengapa bisa laku tentu banyak alasan yang memicu seperti si penulis yang sudah TOP jadi para followers tanpa ragu membeli tanpa pikir ulang bagus tidak karya si penulis. Ada juga buku yang laku keras dengan perad sosmed, media twitter dan facebook yang paling gencar.
Organisasi yang membawahi penerbitan adalah IKAPI yang mengatur segala peraturan tentang buku dan urusan yang berkaitan dengannya. Bisa dicek webnya http://ikapi.org/
Semoga perbukuan kita semakin baik, dan rakyat Indonesia semakin mencinta baca tulis sebagai cermin bangsa maju dan berperadaban.


 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lima Belas Menit Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review