22 Juni 2015

Telat nikah Vs S3

di 00.00
Alhamdulillah kini sudah lulus tingkat magister Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Mendengar gelar yang disandang pastinya berat plus tanggung jawab secara keilmuan juga gak remeh temeh.  

Menghadiri pernikahan teman beberapa kakak kelas yang datang sambil menggandeng anaknya selalu berbisik, "Makanya sekolah jangan tinggi-tinggi, tar pada takut loh mau ngelamar". Trus hari H acara ketemu guruku dulu pun begitu, "Wes to, jangan lanjut S3 dulu pikirin nikah dulu". Kemarin pas main juga sapaannya gitu, "Kamu sih sekolah terus, laki-laki takut lah ngelamarnya". Masih banyak lagi sapaan teman-teman tiap kali ketemu.

Saat pelepasan wisuda, ada seorang dosen yang berkata, "Saya merasa tidak mendapat apa-apa di kampus, ketika S1 masih gamblang mau apa lalu saya lanjutkan S2, setelah S2 pun bingung mau ke luar negri nilai TOEFL ngepres plus saingan yang tak terkalahkan. Akhirnya karena bingung dan merasa belum paham apa yang saya dalami di S2 saya lanjutkan S3. 

Pesan ini sangat berkesan pada saya pribadi, tapi betul loh begitu lulus seakan 'bingung' ilmu. Banyak sekali yang disampaikan tapi seakan kita tak tahu apa-apa, dan semakin bingung maka harus mengejar tingkat diatasnya.

Sapaan teman-teman sejenak bikin emosi naik juga tapi apa gunanya, lalu coba saya alihkan jadi motivasi untuk melanjutkan S3 walaupun masih terseok-seok banget. Memang sesuatu yang besar tak bisa diraih dengan instan. Bulan juni tgl 24 ini penutupan pendaftaran, tapi saya proposal, rekomendasi pun belum ada. Memang pengen menunda sebentar sambil menyiapkan beberapa hal.

Mendengar S3 saya juga merinding, terlalu jauh dan sangat tinggi sedang kapasitas saya apalah. Mereka yang S3 biasanya yang punya jam terbang tinggi, jurnal dan paper bertebaran hingga internasional dan pajangan buku di toko-toko. Paradigma itu sih dulu, sekarang banyak loh yang muda-muda freshgraduete udah ambil kuliah S3. Tapi prinsip, 
"Jika ada manusia yang bisa berarti kita pun bisa".
Entah pendidikan tersebut untuk bekerja atau sebagai Full time mother di rumah, namanya menuntut ilmu itu wajib. Ilmu akademik menurut saya menjadi wajib ketika seseorang mampu meraihnya, mampu dalam artian a) biaya b) mampu berfikir. Disayangkan sekali jika hidup yang sekali ini tak sempat mencicipi ilmu tingkat akhir tersebut. Sekali lagi pliiis deh jangan kait-kaitkan jodoh dengan mencari ilmu, ga ada relevansi sama sekali. Mo di kompromikan juga dua teks itu ga ketemu. Jodoh= nikah, lahir, meninggal, rezeki semua takdir Allah yang tentukan. Menuntut ilmu adalah kewajiban tiap orang (fardhu ain) yang tidak seorang pun punya hak melarang orang mencari ilmu.   
Allah Ta'ala berfirman :   يَرْفَعِ  اللَّهُ الَّذِينَ  آمَنُوا مِنْكُمْ  وَ  الَّذِينَ  أُوتُوا الْعِلْمَ  دَرَج"Alloh mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian serta orang-orang yang menuntut ilmu beberapa derajat (Al Mujadaah: 11)
Hati-hati lo, Allah perintahkan kita cari ilmu, mosok ada manusia yang berani melarang. Bahkan menjudge jodoh seseorang karena ilmu padahal itu perintah Allah dan jodoh itu takdir. Semoga jadi pencerahan dan semoga dimudahkan Allah SWT, mohon doa dari pembaca sekalian saya bisa lanjut S3 dan berguna bagi nusa, bangsa, agama dan segera menikah #eh. 
Abaikan tiap celaan, cibiran dan balik jadi pengungkit semangat.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lima Belas Menit Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review