19 Februari 2014

Reklamasi Jangan Sekedar Reklame

di 12.32
           Kerusakan lingkungan yang terjadi di negara ini sangat beragam. Selama ini kita hanya menyaksikan lewat layar televisi atau mendengar dari berita radio. Seakan jika itu terjadi dibelahan pulau kalimantan atau sulawesi berarti bukan masalah kita. Namun akibat peristiwa di Pajangan Bantul, yang menenggelamkan 2 anak yang sekedar mencari duwet pun menjadi akhir kehidupan mereka barulah kita sedikit “melek” bahwa sedemikian parahnya kerusakan yang terjadi akibat kerusakan. Kepekaan kita memang sulit jika hal itu tidak terjadi disekitar tempat kita, padahal Indonesia ini milik siapa?
Tak heran jika tangan-tangan yang bilang peduli itu kemudian memanfaatkan kekayaan Indonesia untuk kemakmuran Negeri lain. Kita hanya mengamuk ketika tahu bahwa Freeport ternyata hanya sedikit sekali yang masuk ke kantong pemerintah, atau rakyat Porong Sidoarjo hingga saat ini tetap diselimuti lumpur lapindo sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas yang menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Reklamasi atau pemulihan lahan pasca tambang sebenarnya keharusan untuk siapa?
Pemerintah yang punya andil pemegang kekuasaan daerah dalam hal ini haruslah tegas dalam menerapkan undang-undang tentang reklamasi. Peraturan tersebut termuat diantaranya pada UU No.4 Tahun 2009, PP No.78 Tahun 2010, dan Permen ESDM No.18 Tahun 2008. Disebutkan bahwa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, kegiatan pertambangan harus mempertimbangkan keseimbangan daya dukung lingkungan. Prinsip yang harus diperhatikan dalam reklamasi dan pasca tambang adalah : Lindungan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Konservasi Mineral dan Batubara. Hal ini dipertegas lagi melalui PP No.27 tahun 2012 tentang Perijinan Lingkungan bahwa IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan.
            Jelas sekali bahwa para penambang yang punya izin resmi itu harus bertanggung jawab setelah mengambil/mengeruk kekayaan alam tersebut. Pemerintah mempunyai fungsi kontrol dan harus memberikan sanksi tegas bila para penambang itu tidak bertanggung jawab, karena yang akan menerima akibat dari kerusakan lingkungan adalah masyarakat sekitar yang belum tentu mendapatkan keuntungan dengan adanya tambang didaerahnya. Jika pemerintah lalai dan membiarkan kerusakan terjadi, maka sampai kapan kerusakan ini dibiarkan?
Reklamasi Jangan Sekedar Reklame belaka, terlebih mendekati pemilu 2014 penghijauan dan kelestarian janganlah hanya menjadi senjata politik untuk memikat hati masyarakat. Terutama Yogyakarta yang asri ini janganlah sampai rusak akibat oknum tidak bertanggung jawab. Pemerintah harus tegas tidak melihat siapa yang melanggar dan memberi sanksi yang berat untuk mereka yang merusak lingkungan.
Berbeda dengan negara Jepang yang memang kondisi alamnya yang sering terjadi gempa, alamnya tidak sekaya kita dan butuh ratusa periset agar mereka bisa bertahan (survive), atau Israel yang tandus namun dengan tekhnologi apapun sekarang bisa tanam apa saja disana, Belanda yang merupakan laut namun dibendung jadi daratan dan lain sebagainya. Indonesia bisa dibilang tinggal perawatan dan mensyukuri dengan menjaga segala apa yang sudah Tuhan beri. Koes Plus bilang ‘Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman” adalah doa semoga tidak ada lagi perusakan lingkungan dan kekayaan Indonesia bisa menyejahterakan rakyat. Semoga pemerintah lebih peka dan sadar akan hal ini.
-Harjo-


0 komentar:

Posting Komentar

 

Lima Belas Menit Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review